01 September 2009

LENTERA KEHIDUPAN 2



Hidup ini bagai
"lentera minyak mungil
yang harus terus bercahaya"

Sebagai manusia lemah,
... dirimu dan diriku ...
sudah ditakdirkan sang Cahaya,
untuk memancarkan cahaya
terang dan indah

.. yah ..
aneh tapi nyata,
kenyataannya
cahaya kita
suka berubah-ubah
....
kadang
bersinar terang
menyilaukan mata.
kadang
bersinar lembut
menyejukkan hati,
tidak jarang juga,
bersinar redup
berubah-ubah,
surut membias tipis,
mengarah gelap pekat,
akhirnya habis,
padam, sirna
dan tersisa asap-asap transparan.

Betuuuulll......!!!
tepat sekali teriak bapakmu....

"Itulah ...kau
si anak bebal,
angkuh, malas dan manja
yang tidak peduli untuk merawat
lentera minyak mungilmu,
sejak engkau belum belajar berbicara
sampai sekarang ini”.

Dalam hatiku
tersentak tidak suka disemprot bapak,
lalu aku pun nekad, bertanya:
...”Mengapa bapak?”...
“Apa salahku ibu?”

“Tidak nak” – jawab ibumu lembut
“engkau tidak salah tetapi hanya
sedikit tidak berpengalaman saja”
Kami berdua sadar bahwa sejak dari kandunganku,
engkau memang tidak suka dengan suara
nyanyian lagu-lagu lama ibu bapakmu.”

Ya, nak.....kami juga tahu, bahwa
engkau juga tipe anak yang tidak suka
mendengar lagu-lagu surga
yang kerap menghasilkan lirik syair:
“lentera mungil manusia duka yang merindukan suka”

Dengarlah bapakmu berkata, hai anakku ...
Andaikan ananda sedikit rendah hati,
sudah pasti ananda akan mampu memancarkan
cahaya "suka cita" daripada
cahaya "duka lara" yang selalu mengusik jiwa.

Aku diam terhening, tidak lagi bisa berbicara apa-apa,
mulutku terkunci rapat kaku,
air mataku menetes haru
dan tiba-tiba dari lubuk hatiku
muncullah suara kharisma:

“Cahaya-cahaya indah hanya dihasilkan oleh
seorang tukang perawat lentera yang tekun,
setia dan memahami arti sebuah CINTA.”

Apa pun keputusanmu untuk bersinar
....itulah yg terbaik untuk mu...
Yang jelas, sinar lentera mungilmu
bukan untuk menyinari dirimu semata-mata,
tetapi untuk semua orang buta yang "sakit"
yang masih terus berkeliling berputar-putar sendiri seperti orang gila,
yang masih terus merengek seperti orang takut kehilangan harta
yang masih terus menangis seperti seorang bayi merah
yang ditinggal ibu bapaknya
merantau jauh tidak peduli ke penjuru dunia.

Malang, 01 September 2009